Hidup dikuasai oleh pikiran serta perasaan suka dan duka yang merupakan permainan pikiran.
Jarang sekali kita membuat pikiran dalam keadaan hening tidak terpengaruh akan suka ataupun duka. Pikiran selalu mengejar kesukaan akan tetapi menjauhi kedukaan. Namun, suka dan duka merupakan dua permukaan dari mata uang yang sama, tak terpisahkan. Dimana ada suka di sana pasti ada duka, seperti terang dan gelap, siang dan malam, merupakan pasangan yang membuat kehidupan pikiran menjadi lengkap.
Pikiran seperti air samudra, tak pernah diam, selalu berubah. Oleh karena itu, tidak ada keadaan pikiran yang abadi. Sukapun hanya sementara, demikian pula duka, walaupun biasanya, duka lebih panjang usianya dibandingkan suka. Bahkan suka biasanya berekor duka, walaupun duka belum tentu disambung suka.
Pikiran seperti air samudra, tak pernah diam, selalu berubah. Oleh karena itu, tidak ada keadaan pikiran yang abadi. Sukapun hanya sementara, demikian pula duka, walaupun biasanya, duka lebih panjang usianya dibandingkan suka. Bahkan suka biasanya berekor duka, walaupun duka belum tentu disambung suka.
Apa yang hari ini mendatangkan kesukaan, besok sudah berubah mendatangkan kedukaan. Keadaannya tidaklah berubah. Keadaan apa adanya merupakan kenyataan yang tidak berubah. Yang berubah adalah keadaan pikiran kita sehingga karena dasar pemikirannya berubah, maka penilaiannya juga berubah-ubah. Bila hari ini menyenangkan pikiran, besok dapat berubah menjadi menyusahkan.
Kalau nafsu yang memperdaya hati dan akal pikiran sudah mencengkeram kita, maka kita selalu tenggelam, baik dalam suka maupun dalam duka. Dikala suka, kita dapat menjadi mabuk kesenangan dan lupa diri, sebaliknya, di waktu duka kitapun menjadi mabuk kedukaan dan merana. Keduanya merupakan keadaan di mana kita dipermainkan oleh nafsu melalui hati akal pikiran kita.
Bagaimana kita dapat mencari jalan keluar dari lingkaran setan ini? Bagaimana kita dapat terbebas dari nafsu hati dan akal pikiran? Siapa yang bertanya ini? Siapa yang ingin bebas dari nafsu yang menguasai hati dan akal pikiran? Jelas bahwa yang bertanya adalah pikiran juga, pikiran yang sama yang bergelimang nafsu. Melihat bahwa nafsu mendatangkan ketidakbahagiaan, maka pikiran lalu ingin agar bebas dari nafsu.
Bagaimana mungkin nafsu dapat bebas dari dirinya sendiri? Semua usaha yang dilakukan nafsu tentu mengandung pamrih menyenangkan diri sendiri, membebaskan diri dari susah. Dengan usaha ini, berarti kita terjatuh ke dalam lingkaran setan yang sama, atau bahkan lebih kuat!
Bagaimana kita dapat mencari jalan keluar dari lingkaran setan ini? Bagaimana kita dapat terbebas dari nafsu hati dan akal pikiran? Siapa yang bertanya ini? Siapa yang ingin bebas dari nafsu yang menguasai hati dan akal pikiran? Jelas bahwa yang bertanya adalah pikiran juga, pikiran yang sama yang bergelimang nafsu. Melihat bahwa nafsu mendatangkan ketidakbahagiaan, maka pikiran lalu ingin agar bebas dari nafsu.
Bagaimana mungkin nafsu dapat bebas dari dirinya sendiri? Semua usaha yang dilakukan nafsu tentu mengandung pamrih menyenangkan diri sendiri, membebaskan diri dari susah. Dengan usaha ini, berarti kita terjatuh ke dalam lingkaran setan yang sama, atau bahkan lebih kuat!
Kiranya tidak ada jalan lain bagi kita kecuali MENYERAH atau PASRAH.
Pasrah kepada Tuhan, kepada Sang Maha Pencipta, Maha kuasa dan Maha Kasih! Kita ini, berikut hati dan akal pikiran, berikut nafsu-nafsu kita, kita ini seluruhnya diciptakan oleh kekuasaan Tuhan! Maka, tidak ada yang lebih benar dari pada menyerahkan segala-galanya kepada yang mengadakan kita, yang menciptakan kita. Di waktu mengalami suka, kita selalu ingat dan bersyukur kepadaNya sehingga tidak mabuk. Di waktu mengalami duka, kita selalu ingat dan menyerah padaNya sehingga tidak tenggelam.
Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang mampu meluruskan yang bengkok dalam batin kita, membersihkan yang kotor. Setiap kehendak Tuhan jadilah!. KUN FAYA KUN.
Bukan pikiran yang ingin menyerah karena kalau demikian tentu ada pamrih yang tersembunyi di balik penyerahan itu. Nafsu selalu berpamrih untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri. Tidak ada si aku atau pikiran yang ingin menyerah. Yang ada hanya penyerahan itu saja, titik. Seolah-olah mati di depan Tuhan. Nah kalau nafsu hati dan akal pikiran tidak bekerja lagi, maka segalanya terserah kepada Tuhan. Tuhan Maha Bijaksana, Tuhan Maha Kasih, dan hanya kekuasaa Nya sajalah yang akan mampu mengadakan atau menjadikan yang tidak mungkin bagi pikiran.
Wassalam