Hari itu, aku disms istriku tercinta. “Bi (abi-red-), ummi sudah pembukaan 4, sekarang udah di RSHS”. Aku segera bergegas ke rumah sakit. Tiba di sana sekitar pukul 1 siang. Di sana terbaring seorang wanita yang 1 tahun lalu aku nikahi. Perutnya buncit bukan kepalang. Sesaat lagi, janin di dalamnya akan segera keluar. Dan aku akan menjadi seorang ayah.
Sesekali dia mengerang. Dan tangannya menggapai-gapai sesuatu untuk dipegang. Dia berbisik lirih padaku. “bi ..sakit…”. Apa yang mesti aku katakan, aku sendiri bingung. Ini adalah kali pertama bagiku. Aku cuma tersenyum dan berkata “sabar ya mi..”.Sesaat kemudian dia berkata, “bi panggilin suster, minta periksa sekarang sudah pembukaan berapa”. Segera aku menghadap suster-suster yang sudah berkerumun. Ada 3 atau 4 orang di sana. Kemudian salah seorangnya datang dan memeriksa. “Sudah berapa sus?”. “Masih belum berubah pak. Sepertinya sangat lambat pembukaannya. Terpaksa harus di-drib”. Istriku sepertinya tahu apa yang dimaksud. Beberapa saat kemudian suster menyuntikan cairan ke dalam infus istriku. Dan tiap15 menit, erangan istriku bertambah kuat. Ucapnya semakin lirih terdengar “bi.. sakit..”.
Aku sendiri belum pernah melihat istriku begitu kesakitan seperti saat ini. Setiap kontraksi sepertinya menimbulkan nyeri yang luar biasa. Dan karena dirangsang oleh cairan tadi, kontraksi jadi semakin sering terjadi. Aku semakin bingung apa yang harus dilakukan. Yang aku lakukan cuma tersenyum, dan memegang erat tangannya yang sesekali mengejang menahan sakit. Berkali-kali kontraksi terjadi, dan berkali-kali pula kata itu terucap : “bi.. sakiit..”. Sesaat kemudian melelehlah butir bening di pipinya. Istriku menangis.
Aku jadi sadar, betapa penting kehadiran seorang suami pada saat-saat seperti ini. Kehadiran kita secara fisik pada saat persalinan, adalah kado terindah yang bisa diberikan suami kepada istrinya. Pada saat dimana setiap menit adalah rasa sakit, istri butuh dukungan dari orang yang paling dicintainya. Walau cuma seulas senyum, genggaman tangan peneguh iman, doa tulus atau ucapan penenang hati, itu sudah lebih dari cukup.
Waktu menunjukkan pukul 18.00. Pengaruh cairan itu semakin terasa. Kontraksi semakin sering terjadi. Dalam lelahnya istriku berkata, “bi..teleponin mamah. minta datang ke sini ya bi…”. Ku angkat hape kecilku, kutekan nomor itu. Sesaat kemudian orang rumah mengangkat. Kukatakan maksudku. Kutekan lagi nomor rumahku. Kukatakan keadaan di sini. Satu jam kemudian, keluarga istriku datang. Kehadiran ibu mertuaku, menjadi penyejuk baru. Dan ketika kedua tangan mereka bertemu, tangis istriku pun pecah. Itulah saat di mana seorang anak akhirnya merasakan; betapa sakit penderitaan seorang ibu yang akan melahirkan..
____________________
parentingislami
wihhh tapi biar semangatt istri nya
BalasHapusTerimakasih atas kunjungannya ya
Hapus