Featured Post
SURAT DARI IWAN UNTUK TUHAN

IWAN adalah seorang preman yang baru insyaf. Ingin berusaha jujur dan ingin mengenal Tuhan. Ketika sedang merintis kehidupan baru yang lu...

Kamis, 18 Februari 2016

Menumbuhkan Sifat Kepercayaan Diri Pada Anak

https://www.babarkata.com/2016/02/menumbuhkan-sifat-kepercayaan-diri-pada.html

Keluarga merupakan awal dari sebuah pembentukan karakter anak. Berawal dari rumahlah selain untuk tempat bernaung dari cuaca panas dan hujan juga sebagai tempat rehat bagi tubuh dan jiwa.

Apa yang terjadi jika di rumah, anak melihat ketidakharmonisan suasana orang tuanya, anak selalu di bentak atau dimarahi bila melakukan kesalahan walaupun kesalahan kecil, bahkan malah sebagian kasus ada orang tua yang memukuli anaknya sampai babak belur. Naudzubillah.

Ketika anak baru lahir sampai usia mulai mengerti keadaan yang ditandai dengan banyaknya segala hal ditanyai atau segala hal di "uji". Sebagian anak ada yang langsung kapok tapi ada juga yang tidak pernah menyerah.Keadaan akan berubah pada anak saat usia mendekati pra sekolah atau sekolah. Lingkungan barunya akan mempengaruhi sebagian besar karakternya. Bila sebagai orang tua mengabaikan keadaan ini, maka suatu saat akan menyulitkan orang tua sendiri.

Sesekali sebagai orang tua duduklah sebagai pendengar yang baik saat anak curhat menceritakan keadaan segala hal mengenai pergaulannya dengan teman sebayanya, dengan lingkungan sekolah nya dsb. Jika anak kehilangan moment ini karena disebabkan kesibukan kedua orang tua yang mungkin berkarier. Atau ada juga sebagian orang tua yang mungkin sibuk mengurus usahanya atau sang bunda sibuk mengurus rumah dan sang adik yang masih kecil.Kerinduan sang anak untuk tempat bercerita setidaknya akan mencairkan ketegangan jiwanya. Ibarat batere, kejiwaan sang anak akan terisi kembali, segar dan percaya diri untuk menghadapi keadaan berikutnya. Pernahkah Anda sebagai orang tua mendengarkan keluhan ketika sang anak bercerita dirinya berkelahi dengan temannya? atau malah dikucilkan teman temannya, atau mungkin di marahi gurunya dsb.

Sebagai orang tua haruslah bijak untuk melihat kasus lebih jauh, tidak untuk membuat anak dihakimi karena dia yang bersalah atau sebaliknya membela anak secara membabi buta tanpa tahu kebenarannya. Selain hal diatas, juga harus berhati hati dalam menasihati anak untuk memilih "kepasrahan" bukan pada tempatnya. Karena dari sinilah sifat kepercayaan diri sang anak di latih apakah akan terlalu percaya diri sehingga mendekati sifat angkuh atau sifat tidak percaya diri yang akan menonjol sehingga akan menghambat kecerdasan otak dan kreatifitas sang anak.

Sifat kearifan atau kebijaksanaan akan menumbuhkan kelembutan hati sang anak. Sifat menghakimi akan membuat sang anak menjadi keras hati. Cobalah kita tengok pada lingkungan keseharian anak anak dilingkungan kita sendiri, perhatikan karakter pada setiap anak yang lebih menonjol yang mana. Disanalah tempat pembelajaran kita, apa yang kita lakukan pada anak di rumah akan mempengaruhi sifat mereka pada lingkungan. Anak yang memiliki kepercayaan diri dan memiliki dasar dasar kerohanian akan terbiasa menganalisa situasi sekitarnya dan mampu bertahan diri untuk tidak mudah terpengaruh kepada hal hal yang negatif dari lingkungan tempat bersosialisasinya.

Ada satu riwayat bagaimana Rosulullah memberi keteladanan sikap beliau kepada anak,

Dari Anas r.a., “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan : ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan pula tidak pernah mengatakan: ‘Mengapa tidak engkau lakukan?’” (Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Adab 5578, Muslim, Kitabul Fadhail 4269, dan selain keduanya)

Hadits ini menggambarkan indahnya akhlak Rasulullah SAW terhadap seorang anak-anak yang bernama Anas ra.

Lantas Bagaimana Cara Mendidik Anak

  • Bagian Pertama mendidik adalah menyampaikan ajaran atau norma-norma. Norma bisa dari kebiasaan keluarga adat atau terbaik adalah ajaran AGAMA.
  • Kedua, jika anak melanggar norma, maka harus ‘dihukum’ atau ‘didisiplin’. Menghukum tidak berarti harus secara fisik, bisa juga secara ‘verbal’ dengan kata-kata. Yang harus diperhatikan, gunakanlah kata-kata positif di dalam kelemahlembutan. Jika harus menegur, maka tegurlah kesalahannya tetapi jangan serang pribadinya.
Misalnya, jika menegur anak yang bangun kesiangan, misalnya, katakan; “ Ayo anak soleh,...bangun nak sudah siang” tetapi jangan katakan; “ Ayo bangun, dasar pemalas!” Perkataan semacam ini sudah menyerang pribadi (menghardik) si anak dan kita memberi label si anak dengan sebutan ‘pemalas’ yang akan tertanam di dalam hatinya.

Kalau anak nakal, malas, kurang ajar, maka katakan; “Anak papa, tidak boleh nakal!” , “Anak bunda tidak boleh malas!” “Anak soleh, tidak boleh kurang ajar!” atau “Anak baik tidak boleh begitu, Allah sayang kamu, tetapi Allah sedih kalau kamu begitu”, jadi label si anak tetap anak papa, anak bunda, anak soleh, anak baik. Ini penting untuk membangun gambar diri yang benar dalam hidup anak, yang akan berguna dalam hidup selanjutnya.Insyaallah akan lahir generasi terdidik.

Hati yang keras yang tidak mengenal kasih sayang dan cinta adalah batu karang. Hati yang lembut adalah hati penuh cinta, penuh kasih sayang, dan pengertian kepada siapapun. Hati yang keras bisa dilatih agar menjadi lembut. Kelembutan hati adalah hati idaman setiap manusia, dambaan setiap makhluk yang penuh rindu. Seseorang dengan pribadi yang lembut senantiasa menunjukkan cinta kasih kepada sesama. Anas berkata,

“Rasulullah selalu mengambil dan merangkul putranya, Ibrahim, lalu mengecup dan menciumnya.” (H.R. Muslim)

Keutamaan berlemah lembut

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَيَكُوْنُ فِيْ شَيْئٍ إِلَّا زَانَهُ وَمَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا شَانَهُ

“Tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu kecuali akan menghiasainya dan tidaklah dicabut darinya melainkan akan memperjeleknya ” (HR. Muslim 2594 dari ‘Aisyah radhiallahu’anha)

Sabda beliau shallallahu’aaihiw asallam,

مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقَ يُحْرَمُ الخَيْر

“Siapa saja yang dihalangi dari kelemahlembutan maka dihalangi pula dari kebaikan” (HR. Muslim 2542 dari Jabir bin Abdullah radhiallahu’anhu)

Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam,

إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظُّهُ مِنَ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظُّهُ مِنْ خَيْرِالدُّنْيَاوَالأَخِرَة

“Sungguh orang yang telah diberi bagian kelembutan berarti ia telah diberi bagian kebikan dunia dan akhirat” (HR. Ahmad 6/159 dari ‘Aisyah radhiallahu’anha)

Dan beliau bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ

“Jika Allah menginginkan kebaikan bagi sebuah anggota keluarga maka Dia akan memasukkan kelembutan kepada mereka” (HR. Ahmad 6/71, 6/104-105, hadits shahih)

Sabda beliau,

إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan.” (HR. Muslim 2593 dari ‘Aisyah secara marfu’).


Wallahualam.

0 komentar :

Posting Komentar