Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang. Sebagai orang tua selain memperhatikan akan kebutuhan jasmaninya, maka perlu diperhatikan juga hal yang utama akan kebutuhan rohani si anak.
Selain dengan
sentuhan kasih sayang dan perhatian, juga di ajarkan dan dicontohkan sikap
empati terhadap suatu kejadian, sikap penghargaan terhadap kejujuran dan usaha si
anak walaupun sangat sederhana dan hal hal sepele, akan menumbuhkan sikap
mental positif terhadap perkembangan jasmaninya ke depan.
Dalam hal
perhatian akan sikap ketauhidan dalam islam ada momen paling krusial yang akan
dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH.
Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan sangat penting ini.
Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah
hati kita. Nauzubillahi min zalik...
Pada umumnya
ada beberapa pertanyaan yang mendasar yang diungkapkan si anak pada orang tua,
misalnya Allah itu apa?, Allah itu dimana, Bentuk Allah seperti apa?, Kenapa
kita gak bisa lihat Allah?, dan Kenapa kita harus menyembah Allah?.
Ada beberapa
jawaban yang dapat diarahkan kepada si anak dengan gaya bahasa atau mungkin
ilustrasi yang dapat Anda kembangkan sendiri berikut ini :
Allah itu apa?
Bisa dijawab “Nak, Allah itu Yang Menciptakan
segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung,
semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
Bentuk Allah itu seperti apa?
Hindari untuk
memberi jawaban “Bentuk
Allah itu seperti anu ..ini..atau itu….” karena jawaban seperti itu pasti
salah dan menyesatkan.
Maka kita bisa
menjelaskannya kira kira seperti ini :
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai,
batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa
pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak
sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
فَاطِرُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ
أَزۡوَٰجٗا يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
“[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syura:11)
Hindari untuk
menjelaskan seperti ini “Karena Allah itu gaib, artinya
barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang”
Jawaban bahwa Allah itu gaib
(semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
هُوَ
ٱلۡأَوَّلُ وَٱلۡأٓخِرُ وَٱلظَّٰهِرُ وَٱلۡبَاطِنُۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٌ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al-Hadid (57) : 3)
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang
masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat,
bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa
Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak
terbantahkan. Apalagi
jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang
ditujukan pada Allah.
Bukankah sudah
jelas dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu “Laysa kamitslihi
syai’un; Allah itu bukan sesuatu;
tidak sama dengan sesuatu; melainkan
Pencipta segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal
dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi
Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri
Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun.
Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai
akhir zaman di dunia dan di akhirat.
إِذۡ
يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ 16
مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ 17
“[Muhammad melihat Jibril] ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya
[Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula]
melampaui-Nya.” (Q.S. An-Najm: 16-17)
{ini tafsir dari seorang arif
billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?
Bisa kita jawab dengan balik
bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris)
“Adik bisakah nampak matahari yang
terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat
matahari aja kita tak sanggup. Jadi, Bagaimana kita mau melihat Pencipta matahari
itu. Iya ‘kan?!”
Atau bisa juga beri jawaban:
“Adek, lihat langit yang luas dan
‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk langit yang
sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit ‘kan?! Nah, kita juga gak bisa
melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah
maksud kata Allahu Akbar waktu kita shalat. Allah Mahabesar.”
Bisa juga dengan simulasi sederhana yaitu menyuruh menghadapkan telapak tangan si anak ke arah wajah. Beri pertanyaan
“Bisa
terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan
sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah
itu?
“Kesimpulannya, kita tidak bisa
melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita.
Meskipun demikian, tetapkan Allah itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak
ber-antara.”
Allah itu ada di mana?
Hindari dahulu
untuk menjawab bahwa “Allah itu ada
di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.”
Karena jawaban seperti ini menyesatkan
logika anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin
atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit, apakah di
bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar surga
daripada Allah…berarti prinsip Allahu Akbar itu bohong?
“Dia bersemayam di atas ’Arsy”.
Ayat ini adalah ayat mutasyabihat,
yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa
Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat
ini tergolong makna yang konotatif.
Akan tetapi jangan juga dijawab seperti ini: “Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis
berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau
politeis Yunani Kuno.
Berilah si
anak pemahaman seperti ini: “Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati
setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada
bersamamu di mana pun kamu berada.”
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana
Allah.” (Hadis)
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا
دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يَعۡلَمُ مَا يَلِجُ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَا يَخۡرُجُ مِنۡهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعۡرُجُ فِيهَاۖ وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ
“Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di
atas ´Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana
saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Hadid: 4)
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ
وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ
وَٰسِعٌ عَلِيمٞ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S.
Al-Baqarah (2) : 115)
“Allah sering lho bicara sama
kita..misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama
kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah,
itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil
tersenyum manis)
كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۧنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ وَمَا ٱخۡتَلَفَ فِيهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ بِإِذۡنِهِۦۗ وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٍ
“Manusia
itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara
yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (Q.S. Al-Baqarah: 213)
Kenapa kita harus nyembah Allah?
Sangat di
hindari oleh orang tua kepada si anak untuk menjawab “Karena kalau kamu
tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu
akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban seperti ini akan membentuk
paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih
syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis
karena menurut akal mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah
itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin
maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia
mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah
neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Maka kira kira
seperti inilah jawaban yang tepat buat si anak :
“Nak, kita
menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak
kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa
bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama
Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk
makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek
yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di
sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi
kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan
teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.”
(Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
وَمَن جَٰهَدَ فَإِنَّمَا يُجَٰهِدُ لِنَفۡسِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” Q.S. Al-Ankabut: 6)
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai sekarang harus belajar
cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan menatap mata anak
sambil tersenyum manis)
Bila ditanya Mengapa?
Maka jawablah “Karena
suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah
mati. Nah,
kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian
karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan
orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya,
Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin
belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita
berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Wallahua’lam.
Nb : sebagai penambah wawasan bagi orang tua saya sertakan video tausiyah ustadz Yahya Badrusalam
0 komentar :
Posting Komentar