“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana orang yang bersabar dalam agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api.” [HR. At-Tirmidzi, Al-Fitan, hadits no. 2361]
Nubuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalalam di atas merupakan sebuah ungkapan yang singkat dan padat, namun paling mewakili kondisi zaman di mana kita hidup hari ini. Zaman yang kebodohan, kedustaan dan kecurangan telah mewarnai seluruh wajah kehidupan ini telah membuat manusia banyak terlepas dari tali ajaran Islam. Orang jawa bilang saiki zaman edan, nek ora melu edan ora kumanan (sekarang zaman edan, yang tidak ikut ikutan edan pasti tidak akan kebagian). Ya, manusia waras pasti akan tersiksa manakala orang-orang di sekitarnya telah menjadi gila. Namun demikian Rasulullah saw menghibur umatnya yang kelak akan memasuki zaman ini, dimana mereka akan dijanjikan pahala yang sangat besar bila mau bersabar. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat:
Dari Abu Umaiyyah Asy-Sya‘bani ra, dia berkata: Aku pernah mendatangi Abu Sya‘labah Al-Khusyani dan bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu mengenai ayat ini?” Dia bertanya, “Ayat yang mana?” Maka aku pun membaca ayat: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi madharat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk. (Al-Mâ’idah [5]:105).” Maka dia pun menjawab, “Demi Allah, engkau telah menanyakannya kepada orang yang ahli tentangnya. Aku pernah menanyakan makna ayat ini kepada Rasulullah saw. Maka, beliau bersabda,
بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ
‘Teruskanlah olehmu untuk selalu melakukan amar makruf nahi munkar hingga engkau akan menyaksikan kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, kehidupan dunia yang diutamakan, serta orang-orang yang terpesona terhadap berbagai pendapat yang dikeluarkannya. Hendaknya kamu hanya bergaul dengan orang-orang yang searah denganmu dan jauhilah orang-orang yang awam. Sebab setelah zamanmu itu akan datang suatu zaman penuh cobaan di mana orang yang memegang teguh agamanya ibarat menggenggam bara api. Ketahuilah, saat itu orang yang terus berusaha untuk memegangi agamanya maka pahalanya sama dengan 50 orang yang juga melakukan hal yang sama dari kalian’.” (Kemudian, Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang selain Utbah menambahkan riwayat ini dengan redaksi: ‘Apakah yang 50 kali itu dari generasi kami kami atau generasi mereka?’ Rasulullah saw, ‘Untuk mereka’.”) [HR. Abu Dawud, Al-Malâhim, hadits no. 4319]Hadits di atas memberi isyarat kepada setiap mukmin mengenai 2 perkara:
Pertama, besarnya cobaan yang dihadapi oleh seorang mukmin serta kefasikan pada umat manusia yang telah mengglobal. Namun di sisi lain, keimanan saat itu begitu lemah yang karenaya harus diperjuangkan dengan kesabaran yang maksimal.
Imam Ath-Thayyibi berkata, “Maksudnya, sebagaimana orang yang tidak kuasa memegang bara api untuk bersabar dalam menahan panas bara tersebut, demikianlah kondisi yang dialami oleh orang-orang yang tetap teguh terhadap agamanya di zaman itu. Mereka tidak kuasa berpegang teguh kepada agamanya karena begitu banyaknya pelaku kemaksiatan dan sarana kemaksiatan, tersebarluasnya kefasikan, serta belum lagi lemahnya keimanan.” [Tuhfah Al-Ahwadzi, jil. 8, hal. 436]
Kedua, beratnya cobaan yang mana pada saat itu setiap orang pasti membayangkan bahwa dirinya tidak akan dapat menjaga imannya kecuali dengan kesabaran yang maksimal. Artinya setiap mukmin akan ditimpa cobaan yang sangat besar di hari-hari itu sebagaimana orang-orang yang sungguh-sungguh bersabar dalam memegang bara api dengan tangannya.
Mengenai makna ini, Imam Al-Qari memberikan berkata, “Secara kasat mata, seperti halnya orang yang tidak mungkin memegang bara api dengan tangannya kecuali dengan kesabaran yang maksimal serta dengan segenap kesanggupannya, maka seperti itulah orang-orang di zaman tersebut. Mereka tidak akan mungkin menjaga agama serta cahaya keimanannya melainkan dengan kesabaran yang tinggi.” [Tuhfah Al-Ahwadzi, jil. 8, hal. 436]
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Tsa‘labah ra jelas sekali bahwasanya di ayyamush shabr (hari-hari yang penuh ekstra kesabaran) tersebut masih ada orang-orang yang tetap teguh memegang keimanannya dengan kebenaran dan kesabaran. Mereka inilah At-Thaifah Al-Manshurah yang hidup dalam keterasingan yang kedua. [Keterasingan yang pertama adalah di saat awal risalah Islam]
Dan mereka ini tetap bersungguh-sungguh dalam memegang agama Allah sehingga sempurna janji Allah yang telah Dia tetapkan bagi mereka. Mereka itu orang-orang yang akan mendapatkan pahala yang amat besar dari Allah Subhanahu Wata’ala sebagai balasan atas keteguhan mereka dalam memegang agamanya, sampai pada batas dilipatgandakan pahala mereka di ayyamush shabr 50 kali lipat dari pahalanya para sahabat.
Mengenai keunggulan mereka ini, dalam atsar lain disebutkan bahwasanya para sahabat itu mempunyai berbagai faktor pendukung dalam kebaikan, yaitu keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di tengah tengah mereka dan masih turunnya wahyu Allah kepada mereka. Sedangkan At-Thaifah Al-Manshurah tidak mempunyai keduanya, karena zaman itu telah berakhir dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan terputusnya wahyu. Maka sangat wajar bila ujian At-Thaifah Al-Manshurah di akhir zaman jauh lebih berat dari ujian generasi pertama sahabat.
Yang dihadapi oleh Thaifah Manshurah bukan hanya musuh dari kalangan kaum kuffar dan musyrikin, namun juga dari kelompok kaum muslimin yang berkhianat, munafik penjilat, dan konspirasi global musuh Islam yang memiliki kekuatan senjata dan media; dua kekuatan raksasa yang membuat umat Islam terjepit fisik dan mentalnya.
Karenanya betapa jujurnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika menyebut zaman itu dengan ayyamush shabr (hari-hari yang penuh ekstra kesabaran).
Nubuwat di atas memang bernada ancaman dan peringatan, namun di dalamnya juga mengandung bisyarah / kabar gembira yang menakjubkan. Jika di masa itu Allah mengkaruniakan kita kesabaran, maka itulah zaman dimana kita akan menuai kebajikan 50 kali lipat generasi para sahabat. Semoga Allah menyelamatkan kita dari beratnya ujian di akhir zaman. Wallahualam.
__________________ Abu Fatiah Al-Adnani
0 komentar :
Posting Komentar